Nilai-Nilai Dalam Pancasila Jangan Cuma Dijadikan Asesoris Belaka
By : Jacob Ereste inewsindonesia.com Jakarta - Trilogi tasawuf merupakan tingkat terpenting dalam olah spiritual, kata Sayid Bakari sepert...
inewsindonesia.com Jakarta - Trilogi tasawuf merupakan tingkat terpenting dalam olah spiritual, kata Sayid Bakari seperti dikutip Republika.Co.Id, (13/6/2020).
Adapun trologi tasawuf itu adalah kumpulan tingkat terpenting dalam olah laku spiritual. Tiga tahapan dalam dunia tasawuf ini intinya adalah pengejewantahan dari makna takwa. Ketiganya syariat, tarekat, dan hakekat harus dapat diterapkan secara keseluruhan agar tidak terjadi ketimpangan menuju puncak makrifat (pengetahuan).
Karena syariat tanpa hakikat artinya hampa (kosong), dan hakikat tanpa syariat adalah batal, tak berdasar.
Analoginya, syariat itu ibarat perahu, tarekat adalah bahteranya, dan hakikat adalah pulau yang hendak dituju. Dengan demikian, hakikat tak akan mampu dituju tanpa menggunakan perahu melalui bahtera yang maha luas akan diarungi itu.
Menurut para ahli agama, syariat adalah wujud dari bentuk ketaatan terhadap agama Allah SWT dalam melaksanakan perintah dan menjauhi semua bentuk yang dilarang.
Dalam versi Syekh Ali bin Al-Haitami, syariat adalah segala sesuatu yang harus ditanggung oleh orang yang melakukannya. Sedangkan hakikat adalah inti dan makna dari capaian yang diharapkan.
Jadi syariat dapat diperkuat dengan hakikat, dan hakikat akan dibatasi oleh ketentuan hukum syariat. Sehingga, keberadaan dari syariat harus bisa untuk mendorong komunikasi langsung yang bersangkutan tanpa perantara dengan Tuhan.
Pada gilirannya, makna dari tarekat adalah aktivitas dan sikap dalam kehati-hatian saat melaksanakannya, utamanya untuk menghadapi godaan di dunia yang memang menggairahkan.
Tingkat tertinggi dalam tasawuf adalah hakikat, yaitu keberhasilan dalam mencapai makna yang diinginkan oleh pelaku spiritual yaitu makrifat. Dan makrifat itu sendiri ialah kemampuan untuk melakukan komunikasi serta melihat dengan mata batin dari cahaya yang menampakkan tajalli akan Tuhan Yang Maha Esa.
Adapun tajalli itu sendiri menurut Al Ghazali, adalah suatu kemampuan melihat dengan mata hati adanya cahaya (alam gaib), yaitu cahaya Tuhan yang diyakini sebagai Yang Maha Kuasa, dan Yang Maha segala-galanya.
Jadi syariat itu adalah laku spiritual untuk menggapai hakekat dan makrifat untuk segenap kebajikan bagi dirinya sendiri maupun bagi orang lain. Karenanya, laku spiritual itu dapat menjadikan seorang bergelar sufi. Dan semua perilakunya dapat dilihat, dirasakan, dinikmati entah dalam bentuk apapun oleh orang lain.
Sebab laku spiritual yang telah mencapai tingkat kematangan meski belum terasa dan belum juga terlihat memberi banyak manfaat bagi orang lain, setidaknya dia tak ingin mengusik orang lain. Termasuk tidak akan membuat kerusakan di muka bumi.
Apalagi kemudian hendak mengambil atau merampas hak orang lain. Sebab semua orientasi sikap dan sifatnya senantiasa berada dalam bayangan Tuhan bersama segenap makhluk ciptaan-Nya yang ada di planet bumi ini.
Atas dasar inilah, resume dari rangkaian dialog bersama Ketua Umum GMRI (Gerakan Moral Rekonsiliasi Indonesia), Eko Sriyanto Galgendu yang bersemangat menggemakan gerakan kebangkitan kesadaran spiritual bangsa Indonesia untuk menghadapi tantangan jaman pada era global yang menggerus nilai-nilai luhur manusia Indonesia, hingga tidak bermoral mengumbar nafsu serakah, tamak, rakus, tidak manusiawi serta tega menjadikan orang lain sebagai korban bahkan kebiadaban yang sangat melampaui ambang batas.
Akibat dari semua perilaku bejat itu, orang melakukan pembenaran pada sikap culas, korup, menghalalkan semua cara yang dilarang agama. Hingga tak segan untuk merampas hak atau bahkan membinasakan pihak lain untuk untuk sejedar mengambil harta benda, kekuasaan atau bahkan nyawa orang lain secara keji.
Dekadensi moral bukan hanya mental telah mencapai stadium akut yang sangat menferikan, mengancam kehidupan tatanan berbangsa dan bernegara kita. Maka itu, terapy terbaik adalah, kembali pada tata nilai spiritual leluhur yang selalu berada dalam perlindungan Tuhan Yang Esa dengan segenap essensi dari perwujudan sila-sila Pancasila. Jangan cuma jadi slogan dan asesoris belaka. *Red